Pada zaman dahulu kala, di suatu daerah, hiduplah dua orang lelaki kakak beradik yang miskin. Sang kakak baik hati, sementara adiknya kikir dan jahat. Bila ada seseorang kelaparan, sang kakak rela tidak makan demi memberi makan orang yang kelaparan itu. Sementara adiknya, menimbun uang dan makanannya dan tidak pernah memikirkan untuk memberi kepada orang lain.
Pada suatu hari kemarau di musim panas, daerah itu dilanda kekeringan. Palawija di ladang-ladang tidak tumbuh dengan baik dan penduduk desa kebingungan harus bagaimana. Sang kakak membagikan makanan miliknya yang sedikit kepada orang lain sehingga ia sendiri tidak mempunyai apa-apa lagi untuk dimakan. Kemudian ia pergi kepada adiknya meminta untuk meninjamkannya makanan. Akan tetapi, sang adik menampiknya.
Katanya, “Salah sendiri kau membagikannya kepada orang lain. Aku tidak punya beras untuk dipinjamkan kepadamu.”
Sang kakak tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan langkah berat, ia pun berjalan pulang. Tetapi tiba-tiba seorang kakek berjanggut putih panjang muncul entah dari mana.
“Sejak dulu, kau selalu berbaik hati kepada orang lain, maka aku akan memberikanmu ini.”
Setelah berkata demikian, kakek itu memberikan sang kakak penggilingan kecil yang terbuat dari batu. Katanya lagi, “Kalau kau memutar penggilingan batu ini ke kanan, maka penggilingan ini mengeluarkan apapun yang kau minta. Dan kalau kau memutarnya ke kiri, maka ia akan berhenti.” Lalu kakek itu menghilang.
Sang kakak membawa penggilingan batu itu ke rumah. Dan ia mencoba memutarnya sambil berkata, “Beras, beras, keluarlah!”
Dan, ajaib! Beras keluar dari penggilingan batu itu. Dengan begitu, sang kakak mendapatkan apapun yang ia inginkan. Ia juga mendapatkan rumah bagus yang keluar dari penggilingan. Ia lalu mengundang penduduk desa ke sebuah perjamuan makan dan mereka pun berpesta pora.
Di penghujung acara perjamuan makan itu, sang kakak meminta penggilingan batu untuk mengeluarkan gula-gula sebagai bingkisan untuk dibawa pulang oleh para tamunya. Sang adik yakin, kakaknya menyembunyikan sesuatu. Karena itu, ia diam-diam mengikuti kakaknya dan ia melihat kakaknya mendapatkan berbagai macam benda dari penggilingan batu itu.
Setelah perjamuan makan selesai dan sang kakak tertidur, adiknya mengambil penggilingan batu itu bersama gula-gula yang ada dan ia berlari keluar dari rumah kakaknya. Ia berlari ke tepi pantai, melompat ke dalam perahu kecil dan mendayungnya ke laut. Ia berpikir, ia dapat pergi ke suatu daratan yang jauh dan tinggal disana, mendapatkan semua yang ia inginkan sebanyak yang ia mau dari penggilingan itu.
Setelah mendayung beberapa lama, ia pun merasa lapar. Karena itu ia pun memakan gula-gula yang ia bawa dari rumah kakaknya. Tak lama kemudian, ia mulai merasa ingin sesuatu yang asin. Karena itu, ia memutar penggilingan batu dan meniru kakaknya mengatakan, “Garam, garam, keluarlah!”
Dan, ajaib! Garam keluar dari penggilingan batu itu. Tak lama, perahunya pun menjadi penuh dengan garam. Ia panik da berteriak, “Berhenti! Berhenti!”
Akan tetapi, meskipun ia berseru dan berteriak, garam terus saja keluar dari penggilingan batu itu. Perahu yang keberatan beban garam itu pun akhirnya tenggelam bersama dengan lelaki kikir yang jahat tersebut.
Dan konon, sampai sekarang, di dasar laut, penggilingan batu itu masih berputar dan mengeluarkan garam. Dan itulah mengapa air laut asin.
[Cerita ini dibacakan di Radio NHK World Edisi Selasa, 31 Juli 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar