Pada zaman dahulu kala, ada seorang penebang kayu yang tinggal di pegunungan. Ia menikahi seorang gadis yang sangat cantik. Saking menawannya sang istri, penebang kayu itu selalu menatapnya terpesona. Ia tidak dapat jauh-jauh dari istrinyameskipun hanya sesaat. Lelaki itu tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Istrinya yang khawatir berkata, “Aku akan menggambar diriku untukmu. Bawalah lukisannya bersamamu, dan pergilah ke pegunungan untuk bekerja.”
Ia pun mengambil selembar kertas dan dengan cekatan menggambar wajahnya sendiri. Saking miripnya lukisan itu dengan istrinya, sampai-sampai seolah-olah lukisan itu terlihat berbicara.
Penebang kayu itu dengan senangnya membawa lukisa itu ke pegunungan dan menempatkannya di tempat terdekat ketika ia menebang pepohonan. Ia menebang, lalu memandangi lukisan sang istri, kemudian menebang pohon lagi, dan memandangi lukisannya lagi.
Tapi tiba-tiba angin kencang berhembus diantara pepohonan. Angin kencang itu meniup lukisannya terbang dan membawanya pergi.
“Hei, tunggu! Tunggu aku!” penebang kayu itu berlari mengejar lukisan istrinya namun ia tidak bisa menangkapnya.
Lukisan itu terbang terbawa angin hingga jauh ke benteng penguasa daerah itu. Sang penguasa, dalam sekejab melihat lukisan itu langsung menyukai wanita yang ada di dalam gambarnya. Ia kemudian memerintahkan bawahannya untuk pergi dan mencari wanita dalam lukisan itu dan membawa wanita itu kepadanya. Penguasa itu berkata, “Aku akan menjadikannya istriku.”
Anak-anak buah penguasa itu akhirnya berhasil melacak keberadaan istri sang penebang kayu, dan menyatakan ia akan dibawa ke benteng.
Sambil berurai air mata, istri penebang kayu itu memberikan satu benih buah persik kepada suaminya seraya berkata, “Setelah tiga tahun, pohon ini akan berbuah. Datanglah ke benteng untuk menjual buah ini. Datanglah, jangan sampai tidak!”
Lalu para anak buah si penguasa membawanya pergi ke benteng. Si penebang kayu merasa sangat terpukul. Tetapi beberapa lama kemudian, ia menanam benih buah persik itu seperti yang dipesankan oleh istrinya.
Tiga tahun berlalu, pohon persik itu akhirnya berbuah. Dan seperti yang pernah dikatakan istrinya, penebang kayu itu kemudian berangkat menuju ke benteng untuk menjual buah-buah persiknya.
Sementara itu, sang penguasa memaksa wanita itu menjadi istrinya. Namun wanita itu sama sekali tidak pernah tersenyum selama tiga tahun terakhir. Sang penguasa tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Lalu tiba-tiba mereka mendengar teriakan penjual buah persik, “Persik! Persik! Ayo, beli buah persik!”
Mendengar suara suaminya, wanita itu tersenyum gembira. Sang penguasa merasa senang dan mengizinkan penjual buah persik itu memasuki bentengnya. Ia memerintahkan penjual itu untuk kembali mengeluarkan teriakan menjual barang dagangannya.
“Persik! Persik! Ayo, beli buah persik!”
Wanita itu kembali tersenyum gembira karena melihat suaminya lagi. Sang penguasa merasa sangat bahagia. Penguasa itu yang ingin membuat wanita tersebut tersenyum kemudian meminta si penjual buah persik untuk bertukar pakaian dengannya. Sang penguasa yang kini mengenakan pakaian penjual buah persik melihat istrinya tersenyum, ia pun merasa sangat senang. Penguasa itu lalu berjalan keluar benteng dengan gembira, dengan masih mengenakan pakaian si penjual buah persik. Penjaga gerbang yang tidak mengetahui apa yang terjadi berpikir si penjual buah persik itu akan pulang. Lalu ia menutup gerbang benteng.
Beberapa saat kemudian, sang penguasa berusaha untuk masuk kembali ke dalam bentengnya namun penjaga gerbang mengusirnya dan menyebutnya penjual buah persik yang mencurigakan.
Sementara di dalam benteng, si penebang kayu akhirnya hidup sebagai penguasa benteng itu bersama dengan istrinya yang cantik. Konon, mereka hidup bahagia selamanya.
[Cerita ini dibacakan di Radio NHK World Edisi Selasa, 7 Agustus 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar