Bendera Malaysia akan dikibarkan Oleh Sebagian kecil Masyarakat Pinggiran |
Wartawan Tribun yang melakukan kunjungan langsung ke Desa Mungguk Gelombang, Jumat (5/8), menemukan, kondisi desa yang berpenduduk 1.286 jiwa (344 KK), dengan mata pencarian utama menoreh karet dan bertani lada, memang memprihatinkan.
Insfrastruktur buruk, sarana pendidikan memprihatinkan, fasilitas kesehatan pun tak memadai. Penerangan pun jauh dari harapan.
Tingkat pendidikan di daerah ini terbilang sangat rendah. Dari seluruh penduduk, hanya belasan yang lulus SMA, 20 persen lulus SMP, 50 persen lulus SD, dan sisanya putus sekolah dan tidak pernah sekolah.
Sekretaris Desa Mungguk Glombang, Wahyudi, mengatakan, di desanya hanya ada satu sekolah, yakni SDN 30 Mungguk Gelombang. Dua sekolah lainnya merupakan sekolah kelas jauh (cabang SDN 30).
"Di desa kita ini semuanya masih serba kekurangan, mulai dari jalan, pendidikan, kesehatan, dan penerangan. Yang paling mendesak itu adalah jalan, karena kondisinya sangat buruk," katanya.
Wahyudi mengatakan, dia dan sang Kepala Desa, Yusak, sudah sering kali mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah, namun sampai saat ini tak kunjung ada jawaban.
Jalan yang dilalui masyarakat selama ini adalah jalan yang pernah dibuat perusahaan. "Kalau dari pemerintah belum ada sama sekali, paling cuma janji-janji saja, sedangkan jalannya semakin lama semakin rusak," katanya.
Sebagaimana berita Tribun sebelumnya, stasiun MetroTV beberapa hari lalu menayangkan pernyataan Yusak yang mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia di desanya. Warga juga akan eksodus ke Malaysia.
Tayangan itu mendapat respon luar biasa dari pemerintah di Jakarta. Kementerian Dalam Negeri, bahkan Mabes Polri dan Mabes TNI, memerintahkan pengecekan ke lapangan. Bupati Sintang, Milton Crosby, pun menggelar rapat mendadak membahas pernyataan Yusak itu.
Kubangan 1 Meter
Infratsruktur jalan memang menjadi satu di antara kebutuhan mendesak Desa Mungguk Gelombang ini. Untuk mencapainya, dengan titik total ibu kota Sintang, perlu perjuangan ekstra.
Pantauan Tribun di lapangan, jalan yang dilalui tersebut banyak terdapat kubangan air, dengan kedalaman mencapai 1 meter.
Jika musim kemarau perjalanan dapat ditempuh dengan waktu 3-4 jam, sedangkan jika musim hujan bisa sampai 1 hari, bahkan terkadang harus menginap di perjalanan.
Sepanjang perjalanan tersebut, setidaknya ada 5 jembatan yang nyaris ambruk, sehingga tidak bisa lagi dilalui kendaraan roda empat. Agar bisa menyeberang kendaraan, roda empat terpaksa harus melewati sungai.
Akibat buruknya insfrastruktur, harga kebutuhan pokok di daerah itupun sangat tinggi. Harga BBM baik jenis bensin dan solar, mencapai Rp 13 ribu per liter.
Sedangkan beras untuk kualitas yang paling buruk mencapai Rp 120 ribu per 15 kg.
"Kalau musim hujan terus menerus, bisa-bisa masyarakat di desa ini kelaparan, sebab jika musim hujan perjalanan untuk ke kecamatan mencapai satu hari, bahkan terkadang kami nginap," kata Wahyudi.
Sulitnya mendapatkan BBM ini juga berakibat pada minimnya penerangan. Warga hanya menyalakan genset pada malam hari, mulai pukul 16.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Namun, jika krisis bensin, warga terpaksa hanya mengandalkan lampu pelita.
Persoalan lain yang menjadi permasalahan di desa ini adalah sulitnya mendapatkan pupuk. Jika pun ada, warga harus membayarnya dengan harga yang cukup mahal, yakni Rp 400 ribu per karung.
"Kalau di kota Sintang pupuk hanya Rp 160 ribu, namun di sini mencapai Rp 400 ribu. Karena kita butuh, terpaksa kita pun membelinya," kata Guna (50), warga setempat.
Pupuk tersebut dipergunakan warga untuk memupuk tanaman lada mereka yang ada di pegunungan. Harga pupuk yang mencapai Rp 400 ribu per karung dirasa tidak sebanding dengan harga lada yang hanya Rp 60 ribu per kilo.
Cinta NKRI
Berbagai permasalahan itulah yang akhirnya membuat Kepala Desa Mungguk Gelombang, Yusak, mengeluarkan ancaman akan eksodus ke Malaysia dan mengibarkan bendera Malaysia di daerah asalnya, jika pemerintah tidak segera melakukan pembangunan.
"Kalau dari hati yang paling dalam, sebenarnya tidak ada sama sekali niat kami akan melakukan eksodus ataupun mengibarkan bendera Malaysia," kata Yusak yang ditemui Tribun di Kecamatan Merakai Kamis (4/8/2011).
"Pernyataan tersebut hanya sebagai bentuk kekecewaan kami karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah," ujarnya.
Selain dari itu, lanjut Yusak, pernyataan tersebut di luar kendalinya. "Pada waktu itu, di desa kami sedang ada Gawai Dayak. Ya, mungkin saya menjadi lepas kendali," ujarnya.
Nyungan, tokoh masyarakat Desa Mungguk Gelombang, yang dihubungi terpisah, meyakinkan, kendati pun masyarakat di desanya hidup serba kesulitan, mereka tetap mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tak akan berbelot sedikitpun ke negara tetangga, apalagi sampai mengibarkan bendera Malaysia.
"Meskipun kita serba kekurangan kita tidak akan kehilangan nasionalisme. Jangankan mengibarkan bendera Malaysia, menyimpanpun kami tidak," katanya.
Nyungan mengatakan, bukti kecintaan mereka terhadap NKRI tidak perlu diragukan. Jika diminta menyanyikan lagu kebangsaan, mereka bisa. "Buat apa, gara-gara kesulitan, kami menggadaikan nasionalisme. Kami tetap cinta Indonesia," katanya.
Dari desa Mungguk Gelombang ke perbatasan Malaysia jaraknya kurang lebih 12 km, dengan waktu tempuh sekitar 1 hari dengan cara berjalan kaki naik-turun gunung.
Di desa ini, siaran radio Malaysia memang mendominasi, khususnya siaran dayak Iban.
"Kalau siaran radio Indonesia, tidak bagus, kalau Iban bagus. Sedangkan untuk TV, kalau pakai antena biasa dapat siaran Malaysia. Kalau pakai parabola, siarannya tetap TV Indonesia," bebernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar